Hampir semua orang membutuhkan jasa perbankan di zaman modern seperti sekarang ini.
Kita memerlukan jasa transfer dari bank untuk menerima uang saku bulanan. Kita menyimpan kelebihan uang saku dengan menabung di bank. Kita membutuhkan dana kredit dari bank. Bank menjadi institusi yang dipercaya untuk menghimpun dana dari masyarakat, lalu menyalurkannya kembali kepada masyarakat.
Permasalahan timbul ketika bank menerapkan sistem bunga (riba). Bagi umat muslim riba masuk dalam kategori dosa besar. Allah SWT. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu…” (Al Baqarah 278-279).
Riba juga termasuk dalam tujuh dosa besar yang dijelaskan oleh Rasululloh Shalalllohu ‘alaihi wasallam (lihat hadist riwayat Bukhori (2766, 5764) dan Muslim (89) dari Abu Hurairah). Nabi bersabda, “Apabila telah tampak perzinaan dan riba di suatu negeri, maka mereka berarti telah menghalalkan azab untuk diri mereka.” (HR Ath Thabrani dan Al Hakim).
Dalil-dalil di atas menunjukkan segala praktek “pembungaan” adalah haram, baik yang dilakukan oleh individu, bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, maupun lembaga keuangan lainnya (Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004).
Terkadang orang berkata, “Ah saya kan nggak ngambil bunganya.” Benar Anda tidak mengambil bunganya, tetapi ketika kita terlibat di dalamnya berarti kita telah tolong-menolong dalam perbuatan dosa.
Pertanyaan timbul, apakah berarti kita sama sekali tidak boleh bermuamalah dengan bank konvensional? Sebenarnya tidak semua produk bank konvensional dilarang, seperti jasa transfer dan jasa penitipan di safe deposit dibolehkan.
Namun, seiring dengan keberadaan bank syariah yang juga memiliki fasilitas seperti bank konvensional, sudah semestinya kita beralih ke bank syariah. Apalagi sekarang bank maupun lembaga keuangan syariah lainnya semakin banyak tersebar dan mudah dijangkau. Hal ini membuat alasan darurat tidak berlaku lagi.
Masalah kemudian muncul ketika segelintir orang berkata, “Bank syariah sama saja dengan bank konvensional, cuma ganti label.” Bank syariah beroperasi di atas prinsip syariah yang tentu saja sangat berbeda dengan prinsip bunga ala bank konvensional.
Memang benar sebagian besar karyawannya berasal dari bank konvensional. Namun, hal ini sebenarnya tidak masalah, yang terpenting adalah pengelolaannya, bukan perorangan pengelolanya. Kemudian ada pula yang berkata, “Uangnya bercampur dengan bank konvensional.” Secara fisik memang uangnya bercampur. Namun, fisik uang tidak mempengaruhi halal-haramnya uang itu. Pengaruhnya adalah cara mendapatkan uang itu.
Secara akuntansi pun sistem yang digunakan juga berbeda. Bank konvensional menggunakan PSAK 31, sementara bank syariah menggunakan PSAK 101-106.
Jadi, alasan apalagi yang membuat kita tetap memilih bank konvensional? Semua aturan telah jelas. Tinggal mana yang kita pilih, yang haram atau yang halal.
Oleh Langit Ardhy Susilo
Penulis adalah Direktur Eksekutif SAFF STAN 2010/2011
0 komentar:
Posting Komentar