Pada zaman sekarang ini, tatanan
kehidupan masyarakat sudah mengalami kemajuan di berbagai bidang. Manusia
sekarang memiliki paradigma pemikiran yang jauh lebih maju daripada manusia di
masa silam. Dahulu, orang - orang mungkin tidak begitu tanggap akan kebutuhan
mereka di masa mendatang, mereka fokus untuk memenuhi kebutuhan mereka saat itu
saja. Seiring berjalanya waktu, manusia mulai berpikir bagaimana cara agar mereka
mampu memenuhi kebutuhan mendadak yang tidak mereka perkirakan di masa depan, bagaimana
cara mengatasi resiko yang mungkin muncul di masa mendatang. Konsep inilah yang
melandasi terciptanya asuransi.
Asuransi sendiri, bisa dikatakan
sebagai sebuah sistem keuangan yang memberikan perlindungan finansial kepada
penggunanya untuk
mengatasi resiko kejadian yang tidak diinginkan di masa depan. Walaupun asuransi adalah satu dari sekian sistem keuangan yang mulai bermunculan di era modern ini, transaksi seperti ini sebenarnya sudah ada sejak 2250 SM yang lalu. Pada waktu itu, bangsa Babilonia memberlakukan sistem dimana seseorang bisa meminjam sejumlah uang dengan kapal sebagai jaminan, jika diberikan ‘biaya tambahan’ sebagai penanggung apabila kapal yang digunakan gagal berlayar sampai tujuan. ‘biaya tambahan’ ini bisa diibaratkan sebagai ‘premi’ asuransi yang dibayarkan untuk menjamin resiko dari kapal tersebut. Konsep dari Babilonia inilah yang akhirnya terus berkembang dan diterapkan berbagai tempat dan akhirnya menjadi asuransi seperti sekarang ini.
mengatasi resiko kejadian yang tidak diinginkan di masa depan. Walaupun asuransi adalah satu dari sekian sistem keuangan yang mulai bermunculan di era modern ini, transaksi seperti ini sebenarnya sudah ada sejak 2250 SM yang lalu. Pada waktu itu, bangsa Babilonia memberlakukan sistem dimana seseorang bisa meminjam sejumlah uang dengan kapal sebagai jaminan, jika diberikan ‘biaya tambahan’ sebagai penanggung apabila kapal yang digunakan gagal berlayar sampai tujuan. ‘biaya tambahan’ ini bisa diibaratkan sebagai ‘premi’ asuransi yang dibayarkan untuk menjamin resiko dari kapal tersebut. Konsep dari Babilonia inilah yang akhirnya terus berkembang dan diterapkan berbagai tempat dan akhirnya menjadi asuransi seperti sekarang ini.
Seperti apakah asuransi
konvensional itu dan bagaimana hukumnya dalam islam ?
Asuransi yang sekarang mulai marak
beredar memiliki banyak jenis seperti mulai dari yang biasa seperti asuransi
pendidikan, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, sampai asuransi yang ekstrim
seperti mengasuransikan salah satu bagian organ tubuhnya dan lain sebagainya.
Apapun jenisnya, asuransi konvensional memiliki tata cara dan ciri - ciri yang
tidak jauh berbeda. Pada asuransi konvensional terdapat beberapa akad yang
menjadi karakteristiknya seperti
1.
Akad Mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan
) bagi kedua pihak, yaitu membayar premi bagi anggota asuransi dan menanggung
resiko bagi pihak asuransi.
2.
Akad Mua’wadhah yaitu perjanjian yang di dalamnya
kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah
diberikanya dan 3. 3. akad Idzan
(penundukan) yang dilakukan pihak asuransi karena dia yang menentukan syarat
dan peraturan dari transaksi tersebut.
Lalu bagaimanakah hukumnya dalam
Islam? Ada beberapa pandangan berbeda tentang bagaimana hukum asuransi
konvensional Menurut beberapa ulama terkenal seperti Sayyid Sabiq Abdullah
al-Qalqii Yusuf Qardhawi, hukum dari asuransi yang seperti ini adalah haram. Kenapa ? karena di dalamnya
mengandung hal – hal yang diharamkan dalam islam. Seperti :
Pertama dalam
asuransi konvensional, mengandung unsur dharar (kerusakan, penganiayaan) yaitu
dimana seseorang diharuskan membayar premi dengan jaminan jika terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan, maka kerugian itu akan diganti pihak asuransi, namun
apabila dalam masa tenggang premi tersebut, tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan, maka premi tersebut akan hangus dan menjadi keuntungan bagi pihak
asuransi.
Kedua alasan
lainya kenapa asuransi seperti ini diharamkan, karena di dalamnya mengandung
unsur judi. Dalam asuransi, seolah – olah kita bertaruh, apabila terjadi hal
yang tidak diinginkan maka kita akan mendapatkan dana untuk mengganti kerugian
tersebut (yang jumlahnya pasti lebih besar dari premi yang ia bayarkan) namun
apabila kerugian itu tidak terjadi, maka premi tersebut akan hangus.
Bagaimanapun juga, dana dari penggantian kerugian jumlahnya lebih besar dari
premi yang anggota bayarkan.
Ketiga
terdapat unsur – unsur lain seperti Gharar (ketidakjelasan) karena masing –
masing dari mereka tidak tahu berapa jumlah pasti uang/dana yang akan mereka
keluarkan. Pihak asuransi akan membayarkan seluruh kerugian yang dialami
anggota asuransi di masa depan yang jumlahnya tidak bisa ditentukan. Begitu
pula anggota asuransi, harus membayar sejumlah premi secara terus periodic yang
tidak bisa dipastikan jumlah keseluruhanya.
Keempat pada
asuransi konvensonal ini juga terdapat unsur pemerasan, karena penjaminan tidak
akan dilanjutkan apabila premi tidak terus dibayar.
Kelima perusahaan
asuransi biasanya mengalokasikan dananya pada tempat – tempat yang dilarang
dalam islam seperti praktek riba.
Keenam
melakukan pengasuransian bisa dianggap sebagai bentuk judi, dimana anggota
mengharapkan keuntungan dalam bentuk penggantian kerugian hanya dengan membayar
premi yang jumlahnya lebih kecil dari yang dijaminkan. Namun apabila
kerugian/resiko itu ternyata tidak terjadi, maka uang itu akan menjadi milik
perusahaan asuransi. Ini menandakan bahwa asuransi mendekati dengan ‘untung –
untungan’ yang mirip dengan praktek judi.
Ketujuh asuransi
dianggap sebagai bentuk mendahului takdir tuhan dan juga mengingkari rahmat
Allah. Allahlah yang menentukan
segala-galanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana
firman Allah SWT, yang artinya: “Dan
tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya.” (Q.S HUd : 6)
Lalu bagaimana dengan asuransi syariah dan hukumnya ?
Dunia
Internasional sudah mulai dikagetkan dengan runtuhnya dua kekuatan perekonomian
tertangguh di dunia yaitu Amerika dan Eropa. Masyarakat dunia sudah mulai sadar
akan kelemahan dari sistem kapitalis barat yang selama ini selama mereka agung
– agungkan. Akhirnya mereka pun mulai mencari sebuah sistem alternatif yang
lebih baik dan mampu memulihkan perekonomian mereka yang sedang lesu sekarang
ini. Model ekonomi islam, itulah yang sekarang ini sedang marak dan
dikembangkan. Sebuah konsep yang dikembangkan Rasuluallah SAW 1400 tahun silam.
Berbagai bank – bank syariah mulai bermunculan di berbagai Negara di dunia yang
dipelopori oleh Inggris dengan membentuk Islamic Bank of Britain (IBB). Prinsip
ekonomi syariah pun terus menjangkiti benua biru ini termasuk konsep asuransi
syariah.
Lalu apa
perbedaanya dengan asuransi konvensional ? Apakah asuransi tersebut benar –
benar syariah ? Asuransi syariah dibuat dengan dasar kerja sama (taawun) dan
takafuli (tolong menolong). Allah SWT berfirman “Dan tolong menolonglah kalian dalam
kebaikan dan takwa dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa (Al Maidah : 12)”. Ketika seseorang
ingin mendaftar menjadi anggota asuransi syariah, harus disertai niat untuk
saling membantu dan tolong menolong antar sesama umat islam. Jadi ketika ada
anggota lain yang mengalami kejadian yang tidak diinginkan, maka seolah – olah
penjaminan yang didapat anggota tersebut adalah bantuan dari sesama muslim
lain, yang tentunya disertai niat ikhlas bagi yang memberikanya.
Asuransi syariah sifatnya lebih kepada
tabarru (hibah) ataupun mudharabah (kerja sama). Bersifat tabarru berarti
asuransi syariah bukan untuk mencari keuntungan semata. Mudharabah berarti
pihak asuransi seolah menjadi manajer/pengelola sedangkan kita sebagai pemilik
modal, dimana kita memberikan modal untuk dikelola dan keuntunganya akan dibagi
sesuai perjanjian yang sudah disepakati sehingga dana hangus yang bersifat
dharar bisa tidak terkandung di dalamnya. Pengelola ini tentunya juga akan
menggunakan dana ini untuk hal – hal yang diperbolehkan dalam agama islam.
Selain itu asuransi syariah juga diharapkan bersih dari gharar dan riba.
Lalu bagaimanakah
perkembangan dan penerapan asuransi syariah di Indonesia ?
Indonesia adalah Negara dengan umat
muslim terbesar yang jumlahnya mencapai lebih dari 200 jiwa atau setara dengan
90% penduduk Indonesia. Hal ini tentu saja bisa menjadi sebuah potensi yang
luar biasa, berapa jumlah dana yang bisa dikumpulkan dari jumlah yang besar
ini. Di sisi lain, umat muslim tentu saja menginginkan sebuah sistem yang bukan
hanya menguntungkan, tetapi juga syar’i untuk menyimpan uang mereka dan menjamin
resiko di masa depan. Karena itulah, label ‘asuransi syariah’ bermunculan di
bumi pertiwi ini. Bahkan sampai meminta fatwa ke MUI untuk ‘menghalalkan’
asuransi syariah agar. Apakah asuransi syariah di Indonesia benar – benar
‘syariah’ ?
Dalam prakteknya, ekonomi syariah itu
tidak sepenuhnya syar’I seperti sebagaimana mestinya. Gharar masih tidak bisa
dihindari karena memang sulit untuk melakukan perhitungan secara akurat. Selain
itu, akad idzan masih berlaku dimana pihak asuransilah yang menentukan syarat –
syarat yang harus dipatuhi oleh anggota. Terdapat ketidakjelasan juga,
bagaimana pihak asuransi menggunakan uang anggotanya, karena dimungkinkan
mereka menggunakanya untuk praktek riba yang jelas haram dalam islam.
Meskipun masih banyak kekurangan
dalam sistem perbankan asuransi syariah di Indonesia, namun hal ini lebih
mendekati syar’I jika dibandingkan dengan asuransi konvensional yang banyak
mengandung unsur – unsur yang diharamkan dalam islam. Kita juga berharap agar
asuransi syariah ini terus tumbuh dan berkembang di Indonesia, menghadirkan
nuansa islami di bumi pertiwi ini
Referensi :
0 komentar:
Posting Komentar