Asuransi Syariah : Konsep Ekonomi Islam atau Pengislaman Model Ekonomi Barat ?

Posted by Sharia Accounting and Finance Forum On Rabu, Oktober 03, 2012 No comments



Pada zaman sekarang ini, tatanan kehidupan masyarakat sudah mengalami kemajuan di berbagai bidang. Manusia sekarang memiliki paradigma pemikiran yang jauh lebih maju daripada manusia di masa silam. Dahulu, orang - orang  mungkin tidak begitu tanggap akan kebutuhan mereka di masa mendatang, mereka fokus untuk memenuhi kebutuhan mereka saat itu saja. Seiring berjalanya waktu, manusia mulai berpikir bagaimana cara agar mereka mampu memenuhi kebutuhan mendadak yang tidak mereka perkirakan di masa depan, bagaimana cara mengatasi resiko yang mungkin muncul di masa mendatang. Konsep inilah yang melandasi terciptanya asuransi.
Asuransi sendiri, bisa dikatakan sebagai sebuah sistem keuangan yang memberikan perlindungan finansial kepada penggunanya untuk
mengatasi resiko kejadian yang tidak diinginkan di masa depan. Walaupun asuransi adalah satu dari sekian sistem keuangan yang mulai bermunculan di era modern ini, transaksi seperti ini sebenarnya sudah ada sejak 2250 SM yang lalu. Pada waktu itu, bangsa Babilonia memberlakukan sistem dimana seseorang bisa meminjam sejumlah uang dengan kapal sebagai jaminan, jika diberikan ‘biaya tambahan’ sebagai penanggung apabila kapal yang digunakan gagal berlayar sampai tujuan. ‘biaya tambahan’ ini bisa diibaratkan sebagai ‘premi’ asuransi yang dibayarkan untuk menjamin resiko dari kapal tersebut. Konsep dari Babilonia inilah yang akhirnya terus berkembang dan diterapkan berbagai tempat dan akhirnya menjadi asuransi seperti sekarang ini.
Seperti apakah asuransi konvensional itu dan bagaimana hukumnya dalam islam ?
Asuransi yang sekarang mulai marak beredar memiliki banyak jenis seperti mulai dari yang biasa seperti asuransi pendidikan, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, sampai asuransi yang ekstrim seperti mengasuransikan salah satu bagian organ tubuhnya dan lain sebagainya. Apapun jenisnya, asuransi konvensional memiliki tata cara dan ciri - ciri yang tidak jauh berbeda. Pada asuransi konvensional terdapat beberapa akad yang menjadi karakteristiknya seperti  
1.      Akad Mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan ) bagi kedua pihak, yaitu membayar premi bagi anggota asuransi dan menanggung resiko bagi pihak asuransi.
2.      Akad Mua’wadhah yaitu perjanjian yang di dalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikanya dan 3. 3. akad Idzan (penundukan) yang dilakukan pihak asuransi karena dia yang menentukan syarat dan peraturan dari transaksi tersebut.
Lalu bagaimanakah hukumnya dalam Islam? Ada beberapa pandangan berbeda tentang bagaimana hukum asuransi konvensional Menurut beberapa ulama terkenal seperti Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf Qardhawi, hukum dari asuransi yang seperti ini adalah haram. Kenapa ? karena di dalamnya mengandung hal – hal yang diharamkan dalam islam. Seperti :
Pertama dalam asuransi konvensional, mengandung unsur dharar (kerusakan, penganiayaan) yaitu dimana seseorang diharuskan membayar premi dengan jaminan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka kerugian itu akan diganti pihak asuransi, namun apabila dalam masa tenggang premi tersebut, tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, maka premi tersebut akan hangus dan menjadi keuntungan bagi pihak asuransi.
Kedua alasan lainya kenapa asuransi seperti ini diharamkan, karena di dalamnya mengandung unsur judi. Dalam asuransi, seolah – olah kita bertaruh, apabila terjadi hal yang tidak diinginkan maka kita akan mendapatkan dana untuk mengganti kerugian tersebut (yang jumlahnya pasti lebih besar dari premi yang ia bayarkan) namun apabila kerugian itu tidak terjadi, maka premi tersebut akan hangus. Bagaimanapun juga, dana dari penggantian kerugian jumlahnya lebih besar dari premi yang anggota bayarkan.
Ketiga terdapat unsur – unsur lain seperti Gharar (ketidakjelasan) karena masing – masing dari mereka tidak tahu berapa jumlah pasti uang/dana yang akan mereka keluarkan. Pihak asuransi akan membayarkan seluruh kerugian yang dialami anggota asuransi di masa depan yang jumlahnya tidak bisa ditentukan. Begitu pula anggota asuransi, harus membayar sejumlah premi secara terus periodic yang tidak bisa dipastikan jumlah keseluruhanya.
Keempat pada asuransi konvensonal ini juga terdapat unsur pemerasan, karena penjaminan tidak akan dilanjutkan apabila premi tidak terus dibayar.
Kelima perusahaan asuransi biasanya mengalokasikan dananya pada tempat – tempat yang dilarang dalam islam seperti praktek riba.
Keenam melakukan pengasuransian bisa dianggap sebagai bentuk judi, dimana anggota mengharapkan keuntungan dalam bentuk penggantian kerugian hanya dengan membayar premi yang jumlahnya lebih kecil dari yang dijaminkan. Namun apabila kerugian/resiko itu ternyata tidak terjadi, maka uang itu akan menjadi milik perusahaan asuransi. Ini menandakan bahwa asuransi mendekati dengan ‘untung – untungan’ yang mirip dengan praktek judi.
Ketujuh asuransi dianggap sebagai bentuk mendahului takdir tuhan dan juga mengingkari rahmat Allah. Allahlah yang menentukan segala-galanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q.S HUd : 6)
Lalu bagaimana dengan asuransi syariah dan hukumnya ?
Dunia Internasional sudah mulai dikagetkan dengan runtuhnya dua kekuatan perekonomian tertangguh di dunia yaitu Amerika dan Eropa. Masyarakat dunia sudah mulai sadar akan kelemahan dari sistem kapitalis barat yang selama ini selama mereka agung – agungkan. Akhirnya mereka pun mulai mencari sebuah sistem alternatif yang lebih baik dan mampu memulihkan perekonomian mereka yang sedang lesu sekarang ini. Model ekonomi islam, itulah yang sekarang ini sedang marak dan dikembangkan. Sebuah konsep yang dikembangkan Rasuluallah SAW 1400 tahun silam. Berbagai bank – bank syariah mulai bermunculan di berbagai Negara di dunia yang dipelopori oleh Inggris dengan membentuk Islamic Bank of Britain (IBB). Prinsip ekonomi syariah pun terus menjangkiti benua biru ini termasuk konsep asuransi syariah.
Lalu apa perbedaanya dengan asuransi konvensional ? Apakah asuransi tersebut benar – benar syariah ? Asuransi syariah dibuat dengan dasar kerja sama (taawun) dan takafuli (tolong menolong). Allah SWT berfirman “Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa (Al Maidah : 12)”. Ketika seseorang ingin mendaftar menjadi anggota asuransi syariah, harus disertai niat untuk saling membantu dan tolong menolong antar sesama umat islam. Jadi ketika ada anggota lain yang mengalami kejadian yang tidak diinginkan, maka seolah – olah penjaminan yang didapat anggota tersebut adalah bantuan dari sesama muslim lain, yang tentunya disertai niat ikhlas bagi yang memberikanya.
Asuransi syariah sifatnya lebih kepada tabarru (hibah) ataupun mudharabah (kerja sama). Bersifat tabarru berarti asuransi syariah bukan untuk mencari keuntungan semata. Mudharabah berarti pihak asuransi seolah menjadi manajer/pengelola sedangkan kita sebagai pemilik modal, dimana kita memberikan modal untuk dikelola dan keuntunganya akan dibagi sesuai perjanjian yang sudah disepakati sehingga dana hangus yang bersifat dharar bisa tidak terkandung di dalamnya. Pengelola ini tentunya juga akan menggunakan dana ini untuk hal – hal yang diperbolehkan dalam agama islam. Selain itu asuransi syariah juga diharapkan bersih dari gharar dan riba.
Lalu bagaimanakah perkembangan dan penerapan asuransi syariah di Indonesia ?
Indonesia adalah Negara dengan umat muslim terbesar yang jumlahnya mencapai lebih dari 200 jiwa atau setara dengan 90% penduduk Indonesia. Hal ini tentu saja bisa menjadi sebuah potensi yang luar biasa, berapa jumlah dana yang bisa dikumpulkan dari jumlah yang besar ini. Di sisi lain, umat muslim tentu saja menginginkan sebuah sistem yang bukan hanya menguntungkan, tetapi juga syar’i untuk menyimpan uang mereka dan menjamin resiko di masa depan. Karena itulah, label ‘asuransi syariah’ bermunculan di bumi pertiwi ini. Bahkan sampai meminta fatwa ke MUI untuk ‘menghalalkan’ asuransi syariah agar. Apakah asuransi syariah di Indonesia benar – benar ‘syariah’ ?
Dalam prakteknya, ekonomi syariah itu tidak sepenuhnya syar’I seperti sebagaimana mestinya. Gharar masih tidak bisa dihindari karena memang sulit untuk melakukan perhitungan secara akurat. Selain itu, akad idzan masih berlaku dimana pihak asuransilah yang menentukan syarat – syarat yang harus dipatuhi oleh anggota. Terdapat ketidakjelasan juga, bagaimana pihak asuransi menggunakan uang anggotanya, karena dimungkinkan mereka menggunakanya untuk praktek riba yang jelas haram dalam islam.
Meskipun masih banyak kekurangan dalam sistem perbankan asuransi syariah di Indonesia, namun hal ini lebih mendekati syar’I jika dibandingkan dengan asuransi konvensional yang banyak mengandung unsur – unsur yang diharamkan dalam islam. Kita juga berharap agar asuransi syariah ini terus tumbuh dan berkembang di Indonesia, menghadirkan nuansa islami di bumi pertiwi ini
Referensi :

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...