Istilah
bunga dan bagi hasil rasanya sangat familiar di tengah-tengah kita. Apalagi
setelah lahirnya perbankan syariah di Indonesia tahun 1992, yang awalnya
disebut bank bagi hasil. Bunga dapat kita artikan sebagai tambahan berupa
persentase dari apa yang kita berikan kepada orang (utang). Misalnya kita
berhutang kepada seseorang, maka kita diharuskan untuk membayar lebih sesuai
nilai uang yang kita berikan. Walaupun kita untuk banyak atau bahkan rugi kita
diharuskan membayar dengan kelebihan yang sudah disyaratkan di awal tadi.
Berbeda
dengan bagi hasil/rugi, bagi hasil adalah pembagian hasil usaha yang kita belum
tahu tingkat keuntungan yang ada nanti. Jadi pada bagi hasil, tidak ditentukan
pembayaran kelebihan nantinya, sehingga bisa dikatakan keuntungannya masih remang-remang.
Jika usaha mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dapat dibagi-bagi
sesuai kesepakatan, namun jika rugi maka kerugian pun harus dapat dibagi-bagi
(secara prinsip).
Beberapa
hari yang lalu, ketika saya menonton tv yang menyiarkan siaran langsung
pemanggilan wakil presiden Boediono terkait hal Century, saya menyimak sepetik
kata yang dikatakan oleh ‘Pak Wapres’ bahwa, sesungguhnya pem-bail out-an
Bank Century adalah karena banyaknya uang orang Indonesia yang pergi keluar
negeri, sebab di luar negeri keuntungan dari tabungan lebih banyak dibandingkan
yang ditawarkan di Indonesia. Hal ini memicu kekosongan kas perbankan sehingga
dana kredit investasi pun kosong.
Mari kita
kesampingkan kasus century tersebut, yang saya ingin garis bawahi adalah keuntungan
yang lebih menjanjikan ketika menabung di luar negeri.
Ketika saya
mengingat-ingat pelajaran yang telah saya dapatkan ketika kuliah, bahwa ketika
bunga bank naik, akan memicu naiknya keinginan nasabah untuk menitipkan uangnya
ke bank, namun akan menyulitkan nasabah kredit yang menginkan dana untuk
pengembangan usahanya karena bunga yang tinggi. Maka, dapat disimpulkan ketika
bunga naik, penabung naik, tapi investasi akan lesu karena bunga bank tinggi.
Namun jika
kita nalarkan sebaliknya, ketika bunga bank turun, nasabah penabung turun, dan
investasi akan naik. Benarkah itu???? Mari kita selidiki..
Saya rasa
dalam kejadian bunga bank naik sudah jelas. Namun agak kurang jelas ketika
bunga turun, yang mengakibatkan nasabah penabung turun namun investasi naik.
‘Nasabah penabung turun, investasi naik’, dalam kata-kata ini saya kira ada
ketimpangan yang terjadi. Mana mungkin uang yang tidak ada dapat menaikkan
investasi??
Uang
masyarakat akan pergi keluar negeri yang menjanjikan keuntungan yang lebih
besar, jika bunga dalam negeri rendah. Akibatnya terjadi kekosongan dalam
perbankan sehingga walaupun dapat menarik minat penegmbangan usaha , tetap saja
uangnya tidak ada.
Terlihat
kebingungan di sini, mau bunga rendah atau tinggi? Karena keduanya sama-sama
tidak dapat mengembangkan ekonomi.
Berbeda
dengan bagi hasil yang tidak ada kepastian keuntungan di awal. Antara pemodal
dan pelaku usaha akan saling mendo’akan, pemodal mendoakan pengusaha agar
mendapatkan keuntungan, dan pengusaha pun tidak perlu takut untuk rugi karena
tidak harus membayar kelebihan yang ada, dengan catatan usaha harus dijalankan
dengan serius dan tidak lalai. Jika lalai pengusaha harus dapat mengembalikan
seluruh kerugian dari modal yang diberikan pemodal tanpa tambahan.
Sehingga
akan tumbuh jiwa tolong-menolong baik pemodal dan pengusaha. Ketika jiwa
tolong-menolong timbul maka saya yakin ekonomi pun akan meningkat. Harta akan
menyebar bukan hanya bagi orang kaya tapi juga akan menyebar ke orang menengah
bahkan orang miskin sekalipun. Ketika itu terjadi saya yakin kesejahteraan akan
meningkat.
Jadi mau
pilih mana bunga tinggi, bunga rendah, atau bagi hasil???
----Fikri
Indra Silmy (Lisensi UIN Syarif Hidayatullah, Ketua Bidang Syiar, FoSSEI Jabodetabek)----
0 komentar:
Posting Komentar